Monday, February 24, 2020

Mengenal Sekilas Mitos Tentang Sempulun / Kepuhunan Bagi Masyarakat Dayak

Selamat Datang dan Terima Kasih Telah Berkunjung

Mengenal Sekilas Mitos Tentang Sempulun / Kepuhunan Bagi Masyarakat Dayak


Sumber gambar : https://cookpad.com/id/resep/11356887-ketan-kuning-serundeng


Oleh Nirwan

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Nusantara memang dikenal akan kekayaan suku, tradisi maupun budaya unik yang dimiliki oleh masyarakatnya. Tentu, setiap daerah masing-masing pastinya memiliki ciri khas tersendiri yang berkaitan dengan keunikan tradisi maupun budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tertentu di daerah itu sendiri. Munculnya keberagaman tradisi dan budaya di setiap daerah tentunya dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan suku ataupun kebiasaan (adat-istiadat) sehari-hari yang selalu dijalankan oleh sekelompok masyarakatnya. Selain cukup dikenal sebagai negara yang diselimuti oleh keunikan tradisi dan budaya, ternyata Indonesia juga diakui dengan berbagai kepercayaan unik masyarakatnya yang seringkali menghubungkan sesuatu terhadap hal-hal berbau ghaib atau yang biasa disebut dengan mitos.


Sumber gambar : pixabay.com

Bagi Anda yang telah lama tinggal di tanah Kalimantan khususnya masyarakat suku dayak, tentunya sudah tak asing lagi dengan sebutan mitos yang satu ini berupa nama sempulun atau kepuhunan.  Sempulun atau kepuhunan merupakan salah satu mitos unik yang masih berkembang dan dijalankan oleh sebagian masyarakat di tanah Kalimantan hingga saat ini. Sempulun dalam bahasa Jawa sekiranya diartikan dengan sebutan kualat. Sedangkan Kepuhunan merupakan sebutan khusus yang berasal dari bahasa banjar (Kalsel) dan diartikan sebagai suatu musibah, celaka maupun malapetaka yang dialami oleh orang-orang tertentu akibat tidak memakan, menyicipi maupun sedang terlupa menyantap makanan yang sudah ditawarkan serta dihidangkan sebelumnya oleh keluarga, kerabat atau bahkan orang lain saat kita sedang bertamu dirumah mereka.

Di Kalimantan Tengah sendiri, mitos mengenai sempulun atau kepuhunan ini tentunya masih dipercaya oleh sebagian masyarakat setempat. Saya pun selaku orang dayak juga meyakini / menjalani mitos semacam itu karena di dalamnya memang mengandung nilai leluhur serta pesan moral yang baik dari nenek moyang kami secara turun temurun.

Sumber gambar : https://www.mycunk.com/2018/12/aplikasi-menghitung-acara-selamatan.html?m=1

Dalam menghindari bahayanya sempulun / kepuhunan, menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa pada saat kita sedang bertamu ke rumah seseorang kemudian ditawarkannya makanan kepada kita, hendaknya kita mencoba memakan atau mencicipi makanan yang telah disediakan tersebut. Jika yang bersangkutan memang tidak ingin menyantap makanan serta minuman yang telah ditawarkan, sekiranya orang tersebut cukup menyentuh sedikit makanan tersebut dengan permukaan jarinya kemudian mengecapnya langsung ke bagian mulut atau lidahnya sebagai tanda telah memose (merasakan) sekilas rasa makanan tersebut. Apabila orang tersebut menolak menyantap atau merasakan makanan yang dihidangkan tersebut, maka dikhawatirkan orang tersebut akan mengalami kepuhunan baik berupa kecelakaan maut maupun musibah yang cukup besar di dalam dirinya. Selain itu, terkadang juga orang tersebut akan mengalami gangguan dari makhluk halus / ghaib yang dapat membahayakan dirinya. Itulah alasannya mengapa orang tua kami dahulu seringkali menegur anak-anaknya agar segera mencicipi makanan yang sedang ditawarkan serta dihidangkan di depan kita walaupun hanya secuil cicipan.

Sumber gambar : fimela.com

Sumber gambar : https://cookpad.com/id/resep/551034-apemkue-mangkok-tape-singkong

Adapun jenis makanan yang pantang kita tolak biasanya berupa makanan yang diolah dari ketan, nasi kuning maupun kue apam. Menurut kepercayaan orang, beberapa jenis makanan diatas sangat besar sekali kepuhunannya dan bahkan tidak menutup kemungkinan akan membahayakan nyawa yang bersangkutan jika dengan sengaja menolak atau terlupa menyantapnya.

Pengalaman Masa Kecil Akibat Kepuhunan Teh

Sumber gambar : https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181018114312-267-339430/mengenal-varian-teh-populer-dunia

Terdapat satu pengalaman pribadi yang pernah Saya alami terkait musibah kepuhunan ini. Peristiwa tersebut pernah Saya alami saat Saya masih berusia bocah atau tepatnya sewaktu Saya masih duduk di bangku kelas III (3) SD. Waktu itu, Saya sedang berada di lokasi rumah nenek Saya bersama Ibu dan abang Saya saat hendak turun mandi ke sungai Mentaya. Kala itu, hari memang sudah mulai senja dan seperti biasa keluarga kamipun bergegas turun menuju batang banyu sungai Mentaya untuk segera mandi. Saat sebelum turun ke tangga batang banyu, saya sempat pergi ke dapur nenek dan kebetulan melihat ibu Saya sedang menyeduh segelas air teh. Kemudian ibu Saya menawarkan teh tersebut kepada Saya "Wan, jangan lupa diminum air teh ini ya sebelum kamu turun ke sungai!". Ucap Ibu sembari mengaduk teh hangat tersebut. Dengan polosnya kemudian Saya menjawab "baik bu, nanti Saya minum" dan segera meninggalkan dapur tersebut tanpa mencicipi sedikitpun teh yang sudah berada diatas meja tersebut. Saat itu, Saya masih berada di permukaan teras pencucian piring (kerayan) bersama abang saya yang berhadapan dengan sungai dan dibatasi oleh pagar. Menyadari bahwa air teh yang telah dibuatnya masih belum diminum oleh Saya dan masih berisikan penuh, akhirnya Ibu Saya mencoba menegur Saya dan menghampiri diri Saya yang sedang sibuk bermain bersama abang Saya di dekat pagar teras kerayan sembari meletakkan segelas teh tersebut di dekat pagar. Sekali lagi ia mengingatkan "Ayo, diminum tehnya ini nak !" Sembari menunjukkan ekspresi wajahnya yang menahan kesal. Sebab masih bocah, Saya pun tetap mengindahkan teguran tersebut dan melanjutkan kembali bermain Saya sambil berlarian mengejar abang Saya yang sedang berkeliling di permukaan teras. Saat sedang asiknya bermain kejar-kejaran bersama abang Saya, seketika terdengar suara pecahan gelas yang nyaring tepat berada di depan kaki Saya "prang..".

Sumber gambar : https://amp.kaskus.co.id/thread/5b75a69c902cfed8358b4568/tips-membersihkan-pecahan-kaca-yang-halus

Benar saja, gelas itu ternyata merupakan segelas teh yang sebelumnya diletakkan Ibu Saya di samping pagar dan telah melukai telapak kaki Saya hingga berdarah serta mengotori lantai teras tersebut dengan air teh bercampur cairan darah akibat telapak kaki Saya tak sengaja menginjak pecahan beling gelas yang berserakan. Usai peristiwa tersebut, Ibu Sayapun bergegas naik dari batang banyu dan segera memanggil paman Saya yang sedang berada di ruang tamu. Akhirnya, telapak kaki kanan saya yang robek dan terbuka lebar segera dibubuhi bubuk kopi hitam oleh paman Saya dan kemudian dililitkannya menggunakan kain semacam perban. Setelah kejadian tersebut, keluarga Sayapun banyak berkumpul mengelilingi Saya dan Ibu Saya sempat memarahi Saya sambil berucap "Itulah sebabnya kamu nakal, kamu terkena kepuhunan sebab tidak meminum teh yang sudah Ibu sediakan sebelumnya !". Saking besarnya robekan luka di telapak kaki kanan Saya tersebut, waktu itu Ibu Saya hampir saja memberangkatkan Saya ke rumah Sakit terdekat agar segera ditangani dan dijahit oleh Dokter. Namun, karena Saya menangis meronta-ronta dan merasa takut setelah mendengar telapak kaki Saya akan dijahit. Akhirnya, dibatalkanlah Saya untuk dibawa ke rumah sakit dan hanya diobati melalui obat-obatan tadisional yang diracik oleh tangan nenek Saya sendiri hingga luka tersebut akhirnya lambat laun mampu memulih. Sampai sekarang, bekas luka tersebut masih ada dan hanya meninggalkan bekasnya di bagian permukaan telapak kaki kanan Saya.

Baik, itulah sedikit cerita tentang mitos sempulun / kepuhunan yang biasanya terdengar di telinga masyarakat Dayak. Terlepas akan kebenarannya atau hanya merupakan mitos belaka, sebetulnya Sempulun / Kepuhunan mengajarkan kita sekalian terkait tata krama, nilai leluhur maupun pesan moral yang tersirat di dalamnya. Setidaknya seperti inilah pesan moral yang terkandung di dalam mitos tersebut : Dalam bertamu di tempat seseorang atau saat kita sedang disuguhi makanan oleh seseorang, hendaknya kita menghargai keberadaan makanan tersebut dengan cara mencicipinya atau sekedar menyantap makanan yang telah dihidangkan tersebut. Tentunya, demi menjaga perasaan orang yang sudah menghidangkan santapan tersebut kepada kita. Sekian


Sumber : www.gambaranimasi.org

Selamat Beraktivitas Kembali Untuk Anda ..



* Berikan respon Anda terhadap topik ini, Klik disini :
http://www.strawpoll.me/17597367/r



                                                               
Hubungi / Chat Admin Blog SCUA {Bang Nirwana} 👇 :


Atau juga :

No comments:

Post a Comment

"Jadilah orang yang pertama kali berkomentar, kami siap mengapresiasi dan menerima masukan dari saudara. Terima Kasih"

Silahkan berkomentar secara bijak dan sopan dengan tidak saling menyudutkan / menyinggung pihak lain, menggunakan kata kasar maupun kotor, saling spam dan mengandung unsur SARA.

Anda juga dapat mengirim pesan melalui via Whatsapp dengan cara mengklik ikon Whatsapp yang telah tertera diatas jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan.. 🤗

Postingan Terbaru

Mahasiswa KKN-T UPR Sosialisasikan dan Bagikan Perlengkapan Protokol Kesehatan kepada Masyarakat Desa Masaran

Palangka Raya - Universitas Palangka Raya (UPR) tahun ini kembali mengadakan kegiatan KKN-T Reguler Periode II di sejumlah daerah yang ada ...

Postingan Populer